Memetik hikmah ditengah wabah - part II
- Cerita dari Rumah -
sebuah opini dari hati oleh Tegar Rimbara
Pembatasan Sosial Berskala Besar ( PSBB) saat ini sudah diterapkan di 10 wilayah di Indonesia sebagai bagian dari upaya pencegahan virus corona. Penerapan PSBB memang harus melalui persetujuan pemerintah pusat setelah diajukan oleh pemimpin pemerintah daerah. Sebelum akhirnya dipilih PSBB, sempat muncul wacana lockdown, semi lockdown, dan karantina wilayah. Dari sekian wacana itu, pemerintah akhirnya menetapkan PSBB untuk mengatasi wabah virus corona yang sudah masuk ke Indonesia. Lalu apa dan bagaimana sebenarnya PSBB itu? Istilah PSBB Istilah PSBB muncul dari Presiden Joko Widodo yang menyebut PSBB sebagai upaya yang harus dilakukan untuk melawann pandemi Covid-19. Detail mengenai teknis pelaksanaan PSBB diatur melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI Nomor 9 Tahun 2020, PSBB adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi corona virus disease 2019 (Covid-19) sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebarannya.
Semua ini dilakukan untuk mencegah
semakin meluasnya penyebaran penyakit kedaruratan kesehatan masyarakat yang
sedang terjadi antar orang di suatu wilayah tertentu. Apa Itu Pembatasan Sosial
Berskala Besar? PSBB dipilih oleh pemerintah pusat sebagai salah satu upaya
memerangi virus corona di Indonesia melalui sebuah rapat terbatas Kabinet yang
diadakan pada 31 Maret 2020. Pemerintah menjadi PSBB sebagai mitigasi faktor
risiko di wilayah tertentu pada saat terjadi kedaruratan kesehatan masyarakat.
Setelah diserukan PSBB diberbagai
daerah di pelosok Indonesia, masyarakat menjadi ketar ketir. Sebelumnya masyarakat
dihebohkan dengan gerakan #dirumahaja hampir semua masyarakat di Indonesia
merasakan kepanikan yang luar biasa. Selain itu dampak dari seruan itu pun
merembet ke berbagai sector kehidupan. Jika saja kita analogikan beberapa
perbedaan tingkat masyarakat di Indonesia, mungkin seperti ini : masyarakat kelas
menengah atas, masyarakat kelas atas masyarakat kelas menengah ke bawah dan masyarakat
kelas bawah. Semuanya merasakan dampak dari pandemi ini, tidak terkecuali.
Mungkin untuk beberapa orang berada / masyarakat dalam kelas menengah keatas,
mereka sedikit merasakan dampaknya. Tapi untuk masyarakat kelas menengah bawah
dan masyarakat kelas bawah yang kesejahteraan ekonominya masih digantungkan
dalam aktivitas sehari hari diluar rumah sangat merasakan dampaknya.
Jauh dari pada efek negative dari
kemunculan pandemi ini adalah adanya efek positif yang sangat luar biasa, yaitu
sebuah suasana hangat dalam keluarga yang mulai terjalin kembali. Suasana yang
telah lama hilang ketika seorang ayah dan kakak hendak pergi bekerja dipagi
hari, adik ke-2 yang kuliah dilanjutkan dengan berbagai aktivitas organisasinya
dikampus. Yang tersisa hanya ibu dan seorang adik kecil yang masih TK penghuni
rumah setia setiap harinya. Bukankah begitu? Beberapa orang mungkin sependapat.
Setiap hari mungkin percakapan jarang kita temui dari segi manapun. Ayah dan
kakak yang selalu pulang larut malam karena urusan dikantor, adik yang pulang
kuliah langsung mengurung diri dikamar mengerjakan tugas, dan Ibu yang sudah
lama tidur sejak pukul 21:00. Hal tersebut mungkin jarang kita temui di
hari-hari biasa. Bagi seorang pedagang yang terbiasa menghabiskan waktunya
diluar, moment bersama keluarga sangat jarang mereka dapatkan. Hari minggu pun
banyak yang masih berjualan karena disitulah waktu yang tepat untuk
mendatangkan pundi materi lebih banyak, mungkin jika sakit saja mereka ada
dirumah.
Semua masyarkat disibukan dengan
kesibukannya masing-masing sehingga kepedulian dan perhatian dalam setiap keluarga
tidak membuat suasana dirumah begitu harmonis. Tapi itu berubah drastis ketika
semua masyarakat dipaksa membiasakan diri #dirumahaja dan membatasi kegiatan
kita diluar rumah. Disitu kita dipaksa untuk membiasakan diri kembali berbicara
dengan seluruh anggota keluarga dalam waktu yang lama. Yang tadinya hanya
bertegur sapa saat pagi atau bahkan tidak bertemu sama sekali karena
kesibukannya. Sekarang hari minggu itu kita dapatkan setiap hari. Jika biasanya
hari minggu semua ada dirumah, sekarang hampir tiap hari kita bertemu. Berbicara
kesana kemari, membahas beberapa isu di televisi, juga bercengkrama bercanda
layaknya seorang teman lama. Sungguh luar biasa hikmah yang Tuhan berikan
disamping ganasnya pandemi yang saat ini masih menggerogoti ibu pertiwi. Apakah
kamu merasakannya juga? Bagi keluarga kecil yang hidupnya serba sederhana,
kondisi ini membuat mereka semakin kuat. Saling bertukar cerita, saling berbagi
pengalaman, dan menceritakan sepenggal kisah hidup yang belum sempat dikabarkan
karena kesibukan adalah sebuah pencapaian yang patut kita syukuri. Karena sedetik
pun, waktu tidak akan dapat diputar ulang Sering kali kita melupakan betapa
berartinya sebuah keluarga yang harmonis, betapa berharganya keluarga yang kita
miliki. Dari sini kita kembali merangkainya menjadi sebuah movitasi diri dan
penguat satu sama lain.
Terkadang, kita melihat ada orang yang
tidak pernah memiliki beban atau masalah dalam kehidupan. Orang yang selalu
tampak ceria bahagia kita menganggapnya sebagai orang hebat, yang tak punya
permasalahan. Demikian pula, kita melihat ada keluarga yang tampak selalu
harmonis bahagia, seakan tak pernah ada badai dalam kehidupan mereka. Padahal
kondisinya belum tentu seperti itu. Ketika kita melihat orang yang tampak
selalu bersemangat dalam kehidupan, bukan berarti mereka tidak punya
permasalahan. Ketika kita melihat orang yang tampak selalu bahagia dalam
kehidupan, bukan berarti mereka tidak punya persoalan. Ketika kita melihat
keluarga yang tampak selalu harmonis bahagia, bukan berarti mereka tidak punya
pertengkaran. Namun, mereka adalah orang yang tak suka menceritakan berbagai
kegetiran.
Mereka adalah orang-orang yang lebih suka berpikir positif, pandai mensyukuri hidup, dan pandai menikmati kehidupan. Mereka adalah orang-orang yang lebih suka mengeksplorasi hal-hal yang membahagiakan, ketimbang menumpahkan berbagai kesedihan. Mereka adalah orang-orang yang memilih untuk menjalani hidup dengan kebahagiaan, dibanding mengutuk berbagai kegelapan. Jika kamu telah membina hubungan dengan suami atau orang tua secara baik, anak-anak pun akan merasa bahagia dibesarkan di lingkungan yang positif. Anak yang bahagia merupakan cerminan keluarga bahagia pula. Meskipun tidak berlaku secara seratus persen, tetapi anak-anak yang dibesarkan di keluarga yang baik cenderung memiliki masa depan yang baik pula. Mereka memiliki kesempatan lebih besar untuk tumbuh, berkembang dan mewujudkan semua cita-cita. Keluarga ada di belakang anak untuk terus mendukung dan memacu semua potensi yang dimiliki.
Mereka adalah orang-orang yang lebih suka berpikir positif, pandai mensyukuri hidup, dan pandai menikmati kehidupan. Mereka adalah orang-orang yang lebih suka mengeksplorasi hal-hal yang membahagiakan, ketimbang menumpahkan berbagai kesedihan. Mereka adalah orang-orang yang memilih untuk menjalani hidup dengan kebahagiaan, dibanding mengutuk berbagai kegelapan. Jika kamu telah membina hubungan dengan suami atau orang tua secara baik, anak-anak pun akan merasa bahagia dibesarkan di lingkungan yang positif. Anak yang bahagia merupakan cerminan keluarga bahagia pula. Meskipun tidak berlaku secara seratus persen, tetapi anak-anak yang dibesarkan di keluarga yang baik cenderung memiliki masa depan yang baik pula. Mereka memiliki kesempatan lebih besar untuk tumbuh, berkembang dan mewujudkan semua cita-cita. Keluarga ada di belakang anak untuk terus mendukung dan memacu semua potensi yang dimiliki.
...bersambung...
Comments
Post a Comment